Rabu, 10 April 2013

Cerpen : FOTO


                SEPERTI APAKAH BENTUK perhatian dari cinta? Lisa kerap bertanya-tanya apakah Agung mencintainya. Mereka memang telah menikah hampir dua tahun dan sudah memiliki anak perempuan berusia 6 bulan. Tapi akhir-akhir ini Agung hanya kerja, kerja, dan kerja. Pulang malam, bahkan sering ke luar kota.
     "Sabar, Bun, ayah melakukan semua ini untuk keluarga," kata Agung ketika Lisa mengutarakan keberatannya.
     "Kamu nggak ingat sama Vira? Dia butuh kasih sayang ayahnya," ujar Lisa sewot.
     "Justru itu, Bun, karena Vira ayah melakukan ini. Supaya keuangan rumah tangga kita meningkat dan sejahtera," jawab Agung
     Lisa melenguh. Percuma berdebat. Agung memang perfeksionis dan penuh perencanaan. Sejak pacaran semasa kuliah Lisa sudah menyadari sifat itu. Kala itu Agung telah merancang masa depan. Dia berkata, "Begitu lulus kuliah, aku akan cari kerja. Setahun kemudian, aku akan menikahimu."
     Lisa sering  membatin, apakah benar Agung mencintainya. Sepertinya dia cuma bagian dari rencana hidup Agung. Dia ingat, Agung pernah bilang, "Aku ini anak satu-satunya di keluarga. Jadi aku harus hidup yang benar. Menikah dan punya anak. Kerja menghidupi keluarga."
     Agung bukan pria romantis. Lisa bahkan ingat kapan Agung memberinya bunga, yaitu saat dia meminta Agung membelikannya setelah melahirkan Vira. "Bertahun-tahun kita kenal, aku belum pernah kamu belikan bunga," ujar Lsa merajuk saat itu.
     Lisa memandang pria yang menikahinya itu sedang mengemasi pakaian di tas traveling-nya. "Aku kerja untuk kita, Bun," ujarnya. Ucapan yang berulang kali didengar Lisa.
     Agung akan ke Bandung selama lima hari, katanya ada seminar. Sebenarnya bisa saja Lisa menyusul, tapi dia punya bayi. Lisa juga sungkan kehadirannya justru akan merepotkan.
     "Aku disuruh mengaudit kantor baru cabang Bandung. Kalau aku sukses, aku dipromosikan mengepalai cabang baru yang akan dibuka di kota lain," tutur Agung.

 ***


Sore itu Lisa minum teh bersama sahabatnya Putri. Setiap kali merasa kesepian dan butuh teman untuk curhat, Lisa selalu menelepon Putri dan janjian untuk bertemu. Putri yang menjodohkan dirinya dengan Agung. "Orangnya baik, deh," begitu promosi Putri sebagai mak comblang.
     "Ada apa lagi Lisa?" tanya Putri.
     "Agung ke Bandung. Dia akhir-akhir ini ke luar kota terus.
Mengakunya sih urusan pekerjaan. Tapi lama-lama aku curiga.
Dia itu terlalu sibuk, sampai akhir pekan pun tak ada di rumah.
Benar kerja atau dia punya kekasih gelap, ya?" tutur Lisa menggebu-gebu.
     "Waduh, jangan berprasangka seperti itu dulu, dong. Setahuku, Agung itu baik," sanggah Putri.
     "Kamu selalu bilang dia baik. Memang, dia tidak pernah main tangan atau membentakku. Tapi dia melarang aku bekerja setelah menikah. Dia bilang, tugas pria untuk menghidupi keluarga...," papar Lisa.
     "Ya bagus, kan? Kamu tinggal di rumah mengurus anak.
Aku juga begitu. Suamiku setipe dengan suamimu," ujar Putri.
     "Tapi kamu kok bisa tersenyum lebar gitu, sementara aku tidak?"
     Putri lantas memamerkan jari manis kanannya. "Kamu lihat gak jari manisku? Di sebelah cincin nikah kami, Mas Tio baru beliin aku cincin ulang tahun pernikahan kelima. Bagus, kan?"
     Lisa memerhatikan cincin bertahtakan berlian itu. Cantik sekali. Betapa beruntungnya Putri. Agung tidak pernah membelikan dia cincin secara khusus. Dia sama sekali tidak romantis.
Agung baru membelikan sesuatu setelah diminta. Lisa iri dengan keberuntungan Putri.
     "Hei, kok malah bengong?" tanya Putri.
     Lisa mengangguk. "Iya, cantik sekali. Agung nggak...."
     Begitu Lisa hendak menyelesaikan kalimatnya, telepon genggamnya berbunyi. Agung yang menelepon. "Halo Mas Agung...."
     "Maaf, Bu, ini kami dari Rumah Sakit Bandung, mengabarkan bahwa Bapak Agung mengalami kecelakaan dan dia...."
     Jantung Lisa serta-merta seperti mau berhenti berdetak. Suara di seberang sana terdengar sayup-sayup. "Bapak Agung koma...."
     Mendengar kata 'koma', Lisa nyaris pingsan.
     "Lis! Lis!" teriak Putri.

***

Sudah seminggu ini Agung koma. Lisa tidak pernah beranjak jauh dari sampingnya. Dia menitipkan Vira kepada ibunya. Berdasarkan penjelasan dokter, suaminya mengalami pendarahan otak. Bos suaminya mengatakan kalau semua biaya ditanggung kantor, karena Agung mengalami kecelakaan ketika sedang bertugas.
     Lisa merasa bersalah. Segala tuduhan suaminya selingkuh ternyata tak berdasar sama sekali. Dibelainya dengan penuh kasih rambut sang suami. Di kening suaminya terdapat luka-luka akibat pecahan kaca mobil. Lisa berbisik, "Maafkan aku, Yah. Aku sudah menuduhmu. Cepat bangun, Yah, Vira menunggumu di rumah."
     "Bu, ini tas Bapak Agung, tadi didrop oleh pihak kepolisian. Kata mereka, diambil dari mobilnya. Mobilnya sendiri, maaf, dalam keadaan ringsek," ujar suster rumah sakit.
     Lisa menerima tas biru besar itu. "Terima kasih, Suster."
     "O ya, Bu, baju kotor Pak Agung yang penuh darah sudah saya plastikan dan saya masukkan ke dalamtas itu juga. Mohon maaf, lancang," ujar suster.
     "Tidak apa-apa Suster. Terima kasih, ya."
     "Baiklah, Bu. Kalau ada apa-apa, pencet saja tombol di tempat tidur, ya."
     "Iya."
     Setelah suster beranjak pergi, Lisa menatap tas biru itu. Dia tidak pernah ikut membantu membereskan tas suaminya.
Dia paling-paling kebagian mencuci baju-naju kotornya hingga noda tinta atau pulpen hilang. Dia tahu Agung sangat perfeksionis. Termasuk dalam berpakaian.
     "Ayah, bangun, Yah, bangun, Yah," ujar Lisa sambil berlinang air mata.
     Dilihatnya tubuh Agung seperti orang tidur. Kata dokter, pendarahan telah berhenti dan sudah diberikan obat melalui infus. Kondisi Agung juga sudah stabil, jadi dia bisa bangun setiap saat. Namun Agung belum juga terjaga. Lisa menggoyang-goyangkan tubuhnya.
     Lisa menatap tas biru milik Agung. Dia pun mendekati tas itu dan membukanya. Dilihatnya dua buah kantong plastik. Satu kantong plastik besar berlogo nama hotel dibukanya. Isinya baju-baju kotor sang suami selama di Bandung. Satu lagi kantong plastik bening. Terlihat isinya dari luar, kemeja putih berlumuran darah. Tampak sesuatu di kantong kemeja itu.
     Dikeluarkannya kemeja itu dari kantong plastik. Dan ketika Lisa menarik sesuatu dari kantong kemeja itu, dia menjerit tertahan. Ternyata selembar foto, foto dirinya dan Vira ketika anaknya itu baru saja lahir. Agung yang memotretnya. Di balik foto itu tertulis: "Untuk Lisa dan Vira, akan kuberikan segalanya." Air mata Lisa pun tumpah semakin deras.
     Sambil masih tersedu-sedu, diletakannya foto itu di telapak tangan Agung. "Ayah, bangun, Yah. Bangun! Ingat foto ini. Kamu harus bangun demi aku dan Vira," teriak Lisa.
     Suara Lisa bergema di ruangan itu.
    Karena lelah menangis, Lisa pun tertidur. Baru sebentar tertidur, tiba-tiba dia merasakan tangan Agung bergerak-gerak.
     "Ayah!" ujar Lisa tak percaya.
     "Bun...."
     Kembali tangis Lisa meledak. Kali ini tangis bahagia.


                                                                                                                                                                                        Cerita di balik noda :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar