Jumat, 31 Mei 2013

CERPEN : Malaikat Kecilku Nayra

“Bunda..ayo kita ke Taman, ayoo Bun…..” rengek anakku Nayra padaku.

Memang akhir-akhir ini Nayra selalu ingin pergi ke Taman. Entah apa alasannya aku sendiripun tak tau. Namun, aku juga tak kuasa menolak keinginan putri kecilku itu.
Sore itu akhirnya aku, Nayra, dan suamiku pergi ke Taman. Seperti biasa sesampainya di Taman ia selalu menempati tempat favoritnya, diujung Taman.
“Ayah kita main ayook..” bujuk Nayra pada Ayahnya.
Aku melihat dari kejauhan tawa ria Nayra dan Ayahnya. Aku dan suamiku memang sibuk bekerja, selama aku bekerja Nayra aku titipkan pada Ibuku kebetulan beliau tinggal bersamaku. Kalau ada waktu, aku dan suami selalu menyempatkan untuk bermain dengan putri semata wayangku itu.
“Nay, Ayah..makan dulu yuk ini makanannya sudah datang sayang.” Ujarku.
“Iyaa Bunda…” jawab mereka berdua kompak.

Ditengah asyiknya menyantap makanan, aku bertanya pada suamiku.
“Ayah, kok tumben ya Nayra beberapa hari ini minta ke Taman, padahal kalau kita ajak ke Mall aja kadang gak mau.”
“Yasudahlah lagian dia juga senang toh kita juga tidak sedang sibuk.” Jawabnya singkat.
“Iya sih tapi aneh aja yah.” Balasku.

Baru sebentar aku berbincang, mataku terbelalak ketika mendapati Nayra sudah tidak ada lagi bersama kami. Aku mulai panik. Namun, suamiku berusaha menenangkanku.
Perasaanku semakin kalut ketika tak kulihat tubuh kecil anakku ditengah ramainya orang. Tentu saja aku sangat khawatir sekarang sedang marak kasus penculikan apalagi di kota besar seperti Jakarta.
Namun, ditengah rasa panik. Suamiku melihat Nayra diujung jalan bersama seorang kakek tua yang membawa keranjang sampah. Buru-buru saja kami berdua menghampirinya.
“anakku, kamu kenapa jauh dari Bunda? Bunda takut Nayra kenapa-kenapa.” Ucapku gelisah sembari memeluk Nayra.

“Kakek, ini Ayah dan Bundaku.” Ujar Nayra pada kakek tua.
Kakek tua itu menjulurkan tangannya, tetapi dengan segera aku menarik tangan suamiku saat hendak bersalaman. Aku pun enggan bersalaman dengannya.

“Ayah ngapain sih! Dia itu kotor, bau, jorok tau. Nanti dia menyebarkan virus pada kita.” Bisikku.
“husst..kamu ngomong apaan sih, tidak pantas kamu bicara begitu. Kita itu semua sama Risti, kamu jangan menghina kakek ini.” Jawab suamiku.

“Ah…sudahlah aku ingin pulang.” Balasku.
Kakek itupun hanya tersenyum pada kami. Kemudian aku berlalu meninggalkan Nayra dan Ayahnya bersama kakek tua itu.

Sesampainya dirumah…..

“Bun, kenapa kamu tadi bersikap seperti itu didepan Nayra? Kamu sadar gak dengan sikap kamu, kamu hargai perasaan Nayra dong jangan seperti anak kecil.” Seru suamiku.
“apa-apaan sih yah, kenapa kamu jadi belain Nayra. Kenapa kamu diam saja Nayra dekat dengan kakek-kakek itu. Dia kotor, dekil, bau, jorok pula. Nanti kalau Nayra tertular virus penyakit bagaimana?! Apa kamu mau tanggung jawab, hah?!” jawabku dengan kesal.
“kamu itu harusnya malu saa..mm.” belum sempat suamiku melanjutkan kata-katanya, terdengar suara lirih Nayra.

“Ayah Bunda maaf ya tadi sudah buat Bunda dan Ayah khawatir. Nayra hanya kasihan pada kakek itu. Nay cuma mau menolong kakek, Bun. Kakek itu disini sebatang kara. Kakek selalu menangis setiap bercerita tentang keluarganya. Kakek juga nasehatin Nay untuk menjadi anak yang pintar tidak bodoh seperti kakek. Tadi makanan Nay, Nay kasih ke kakek itu, Bun. Nayra juga kasih uang dari Eyang Uti pada kakek. Nayra gak tega. Nay kan sudah tidak punya kakek, andai kakek masih hidup. Pasti kakek Nayra akan sebaik kakek itu kan Ayah Bunda?” cerita anakku dengan kepolosannya.

“Iya, Fandi, Risti…Ibu sudah tau duluan. Nayra yang cerita semua ke Ibu dan Ibu yang kasih uang ke anakmu.” Timpal Ibuku.
“Bunda minta maaf sayang, Bunda bangga punya Nayra. Maafin Bunda ya sayang… Besok kita ke Taman lagi dan kita temui kakek itu sama-sama Bunda mau minta maaf, Bunda berdosa sama kakek, sayang.” Sahutku.
“Bener Bunda? Yee…asyik Nayra mau ketemu kakek.” Teriak Nayra dengan girangnya. Lalu ia pun memelukku dan menciumku.
Semua yang ada diruangan itupun tertawa...

"Oh, Nayra..." bisikku...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar